Senin, 18 Juni 2012

CERPEN (Cinta Sejati)


Cinta Sejati

                Angin bertiup sepoi menerpa tubuh Dinda yang terduduk dibawah pohon, sejenak dia terdiam dan terpejam. Pandangannya kembali menerawang jauh entah kemana. Terlintas lagi kejadian itu “Maafkan aku din, hubungan kita ini sepertinya nggak bisa diterusin lagi. Aku merasa sudah nggak mencintai kamu kayak dulu lagi.” Kata kata Arya kembali terdengar di telinga Dinda. Hatinya terasa sangat perih saat itu, ia tak menyangka hubungannya dengan Arya akan berakhir begitu cepat.
                “Hay, Din.” sapa seorang pria di belakang Dinda.
                “Sammy?” sahut Dinda  sambil menoleh dan mengusap air matanya. Sammy adalah sahabat baiknya. Mereka bertemu kurang lebih satu tahun yang lalu saat Dinda pergi ke Jerman untuk bertemu kakaknya yang tinggal disana. Sammy adalah teman kuliah kakak Dinda. Pria keturunan Indonesia-Jerman ini sangat tampan. Kalau saja saat itu Arya tidak ada dihatinya pasti dia sudah jatuh cinta dengan Sammy.
                “Kita pergi jalan jalan yuk, kayaknya kamu butuh hiburan.” Ajak Sammy kepada Dinda. Dinda hanya mengangguk sambil tersenyum kecil membalas ajakan Sammy.
***
                Sesampainya di taman, Sammy mengajak Dinda duduk tepat dibawah pohon yang rindang. “ Ini buat kamu.” Ujar Sammy sambil memberikan sebatang coklat panas pada Dinda. “Coklat bisa nenangin hati yang kacau. Semua orang tau itu.” Ujar Sammy sambil tersenyum pada Dinda. Senyumnya yang manis entah kenapa membuat hati Dinda jadi tenang setelah dia putus dengan Arya.
                “Din, aku boleh Tanya sesuatu nggak?” Tanya Sammy sambil memandang wajah Dinda. “Apa?”  balas Dinda sambil memandang balik wajah Sammy. “Apa kamu sampai saat ini.. masih memikirkan Arya?” Tanya Sammy yang kini semakin memandang dalam mata Dinda.
                Mendengar kembali nama Arya hati Dinda kembali terasa sakit dan perih. Seketika itu juga dia memalingkan wajahnya. Rasa perih yang berusaha dia pendam kembali muncul. Tanpa sadar air mata menetes di wajahnya.
                “Maaf’in aku din, harusnya aku nggak menanyakan hal itu.. “ ujar Sammy halus. Entah kenapa saat Dinda mendengar kata kata itu dia malah menangis lebih deras. “Maaf.. maaf… maaf… aku nggak akan bakal menyebut namanya lagi. Aku memang bodoh. Kamu nggak perlu menjawab pertanyaanku. Harusnya aku nggak… “. Belum sampai Sammy berkata Dinda menghentikannya dengan menempelkan jarinya di mulut Sammy.
                Mereka berdua terdiam sesaat. Dinda mengalihkankan pandangannya keatas memandangi langit yang indah. Meski tak melihat Dinda yakin Sammy mengamati ekspresi wajahnya. “Arya.. Jujur sampai detik ini aku masih memikirkannya. Aku masih belum bisa melupakannya.” jawabnya sambil melirik Sammy. Tersirat kekecewaan di wajah Sammy, Dinda juga melihatnya. Dindapun tersenyum kepada Sammy. Dia tau kalau Sammy sedikit bingung dengan senyumannya.
                “Aku.. Aku hanya bingung, kenapa Arya bisa menghianatiku? Dulu aku fikir hubungan kami akan bertahan dalam waktu yang lama. Dia juga sudah melamarku. Aku hanya kecewa dengan apa yang terjadi.” Dinda berhenti berkata sejenak. “ Tapi coklat yang kamu berikan udah bantun nenangin aku, makasih ya Sam.” Lanjutnya sambil tersenyum manis pada Sammy.
                Sammy membalas senyuman Dinda dengan senyuman yang membuat hati Dinda bahagia. “Kau sudah sangat baik kepadaku. Kau selalu menghiburku disaat aku bersedih. Andai saja aku tau cara membalas semua kebaikanmu kepadaku.”. “Kamu bisa membalasnya Din,” ujar Sammy lembut tanpa melihat kea rah Dinda. “Kamu bisa membalasnya dengan terus tersenyum dan.. ” kalimat Sammy terhenti sesaat , kemudian ia mengalihkan pandangannya keatas memandang langit biru yang indah dengan gambar awan yang beragam. Belum sampai Sammy meneruskan kalimatnya Dinda bertanya “Dan apa?”. “Dan ijinkan aku tuk terus buat kamu bahagia dan terus tersenyum.” Dinda hanya membalasnya dengan senyuma.
                “Din, mungkin ini terlalu cepat buat kamu. Maukah kau menikah denganku?” Tanya Sammy sambil menyodorkan kotak berbentuk hati dengan cicin di dalamnya. Dinda sangat terkejut dengan pertanyaan Sammy. “Maaf Sam, aku belum bisa jawab sekarang.” Jawab Dinda dengan penuh kebingungan. Sammy menerima jawaban Dinda dengan senyuman.  “Aku paham kalo kamu terkejut dengan pertanyaanku. Kita pulang yuk udah malem soalnya” Jawab Sammy seraya mengajak Dinda pulang.
***
                Malam harinya Dinda melamun memikirkan pertanyaan Sammy sambil memandangi langit malam dari kamarnya. Saat semua sunyi dan Dinda terbuai dengan lamunannya tiba-tiba HPnya berbunyi.
Dinda pun mengambil HPnya dan melihat SMS dari siapa. Dinda terkejut ternyata itu SMS dari Sammy. “Ku memang tak seperti dia. Namun ku ingin buat kau bahagia. Akan ku berikan apa yang ku bisa. Tak akan ku buat kau merana. Ku harap kau mau jadi pendampingku selamanya.”. Dinda sangat senang setelah membaca SMS dari Sammy dan memeluknya.
***
                Keesokan harinya Sammy bertemu Dinda di café. “hey Din, lagi makan siang ya?” sapa Sammy seraya tersenyuman. Senyuman yang buat Dinda tenang. Dinda hanya mengangguk sambil tersenyum. “Soal yang kemaren gimana kamu udah bisa jawab? Memang sih kesannya mendadak tapi aku sudah jatuh cinta sama kamu sejak kita bertemu di Amsterdam.” Sammy kembali menanyakan jawaban Dinda. “Mana mungkin aku menolak lamaran orang yang sangat baik sepertimu.” Jawab Dinda seraya tersenyum. Sammy sangat girang mendengar jawaban Dinda. Sammy langsung mengambil cincin dari sakunya dan menyematkannya di tangan kiri Dinda.
***
                Arya terdiam di dalam kamarnya menatap kosong keluar jendela. Dalam pikirannya hanya terbayang wajah Dinda. Wajah wanita yang telah dia sakiti hatinya.
                “Ini adalah yang terbaik buat diriku dan Dinda. Aku tak mau ini menjadi beban baginya dan aku tak mau dia tau akan keadaanku saat ini. Tuhan  maafkanlah hambamu ini yang menyakiti hati wanita yang paling ku cintai.” Ujar Ryo sambil melihat langit malam yang penuh bintang.
                Lima hari yang lalu Arya baru saja mengetahui bahwa dia mengidap penyakit kanker otak stadium akhir. Satu satunya yang terlintas dipikirannya hanyalah wajah wanita yang sangat ia cintai. Dia tak tau apa yang harus dia katakana pada Dinda. Arya tau kalau Dinda tau keadaannya dia tak akan perduli dan akan bersikeras untuk menemaninya. Dinda pasti akan meminta Arya untuk membagi bebannya. Arya tak mau wanita yang dikasihinya melihatnya dalam keadaan lemah. Arya tau Dinda pasti akan berusaha tegar dihadapannya dan akan menangis di belakangnya.  Arya tak mau itu terjadi.
                “Maafkan aku din, ini yang terbaik untuk kita” kat Arya sambil memandang fotonya bersama Dinda. Arya mengerang kesakitan seraya memegang kepalanya. Kepalanya terus terasa sakit setiap saat.
***
                Tak lama lagi Dinda akan menikah dengan Sammy. Hati Dinda makin terasa tak menentu. Sedikit muncul keraguan dalam hatinya. Dia masih memikirkan Arya yang tiba-tiba memutuskan hubungan mereka. Dia merasa ada yang ganjil namun Dinda tak tau apa itu. Dinda yang masih terkurung dalam kebingungan dan kebimbangannya berusaha memejamkan matanya karna esok ia harus mempersiapkan keperluan pernikahannya. Namun semua masih membebani pikirannya.
***
                “Din, cepet turun Sammy sudah nunggu dibawah!” seru ibu Dinda. “Iya bentar ma.” Jawab Dinda dari kamarnya seraya mengambil tasnya dan turun kebawah. “Selamat pagi putri cantikku! Udah siap?” sapa Sammy sambil tersenyum. Dinda hanya mengangguk dan tersenyum. Merekapun pergi ke butik tempat mereka memesan baju pernikahan.
                “Wow, kamu benar-benar cantik mengenakan pakaian itu!” ujar Sammy melihat Dinda memakai baju pernikahan mereka. Sammy selalu tau apa yang terbaik dan yang Dinda sukai. Setelah mencoba semua baju tiba-tiba Dinda pingsan. Sammy sontak kaget dan langsung membawa Dinda ke Rumah Sakit terdekat.
***
                Setelah sampai di Rumah sakit Dinda langsung diperiksa Dokter dan tak lama Dinda kembali tersadar. Saat tersadar Sammy tengah pergi membeli obat di apotek. Dindapun pergi keluar ruang periksa untuk berjalan-jalan. Tak disangka dia melihat Arya yang sedang berbicara dengan Dokter. Dinda mendekat untuk mendengar pembicaraan mereka.
                “Lebih baik kamu dirawat disini saja Arya, agar perkembangan kesehatanmu bisa terpantau dengan baik. Penyakitmu ini bukan penyakit yang ringan Arya, apalagi kankermu sudah mencapi stadium akhir.” Ujar Dokter itu. ‘Kanker? Kenapa Arya nggak pernah bilang?’ bisik Dinda dalam hati.
“Iya dok, sekarang saya sudah tidak punya beban dan masalah yang perlu diselesaikan. Semua masalah sudah saya selesaikan seminggu yang lalu.” Jawab Arya. ‘Seminggu yang lalu, Apa Arya sengaja menyakitiku agar aku tak tau tentang ini?’ bisik Dinda dalam hati lagi.
Hati Dinda makin bergejolak dan tak menentu, tak terasa air mata menetes mengalir di pipinya. Dinda makin menatap sosok Arya yang terlihat makin kurus dan rambutnya yang sudah banyak yang rontok. Dinda tak bisa menahan dan semakin deras menangis.
“Dinda? Kamu kenapa..” ujar Arya yang sudah dihadapan Dinda. Sepontan Dinda langsung memeluk Arya yang berdiri di depannya. “Arya, Kenapa kamu bohongin aku? Kenapa kamu sengaja nyakitin aku?” Ujar Dinda sambil menangis dan memeluk Arya dengan erat.
“Maafin aku Din, ini yang terbaik buat kita. Hidupku sudah tak lama lagi, kita sudah tak mungkin bersama lebih lama lagi. Kamu akan lebih bahagia hidup dengan Sammy. Betulkan Sam?”. “Sammy?” sontak Dinda langsung melepas pelukannya dan menetap ke arah Sammy yang telah berdiri dibelakangnya. Sammypun menghampiri Dinda dan memeluknya sambil menenangkannya. “Maaf..” ujar Dinda sambil menangis semakin kencang.
“Ar, aku mohon satu hal padamu!” ujuar Sammy tiba-tiba.
“Apa?”
“Ijinkan Dinda temani kamu sampai akhir, aku sangat mencintainya. Aku g mau buat dia menderita seperti ini. Kumohon.” Ujar Sammy.
Arya terdiam sesaat dan menjawab dengan anggukan, Dinda makin erat memeluk Sammy. Sesaat suasana terasa hening hanya tangis dinda yang terdengar. Tiba-tiba Arya terjatuh sambil memegang kepalanya dan tak sadarkan diri. Semua panik berusaha mencari pertolongan. Akhirnya Arya dibawa keruang ICU.
***
                Beberapa jam Kemudian Dokter keluar dari ruang ICU. “Dok, gimana keadaan Arya?” ujar Dinda. “Keadaannya sudah mulai stabil, kamu sudah bisa menjenguknya.” Ujar dokter. Dinda menatap kearah Sammy meminta ijin. Sammy hanya tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Dengan senyum lebar Dinda masuk ke ruang ICU.
                Saat itu yang ia lihat terbaring di tempat tidur bukanlah Arya yang ia kenal dulu. Arya yang ia kenal dulu adalah pria yang semangat dan suka terhadap tantangan. Dengan segala hobbynya yang selalu menantang adrenalin. Namun Arya yang sekarang ia lihat sangatlah kurus dengan rambut yang mulai rontok dan terbaring lemah tak berdaya.
                “Arya..” ujar Dinda seraya menggenggam tangan Arya.
                Arya membuka matanya perlahan dan melihat sesosok wanita yang ia cintai dan ia kasihi. Arya tersenyum dan menatap dalam mata Dinda. Suasana seketika hening penuh arti mereka saling pandang.
                “Din, maukah kau berjanji satu hal padaku?” ujar Arya membuyarkan segala lamunan dan heningnya suasana.
                “Iya?”
                “Kau harus hidup bahagia bersama Sammy, dia pria yang baik.”
                Dinda hanya terdiam termenung mendengar pernyataan Arya.
                “Berjanjilah untukku.”
                Dinda sedikit memalingkan wajahnya dan mengangguk, air matanya kembali tak terbendung dan menetes lagi.
                “Tolong jangan menangis. Itu adalah hal yang paling tidak mau aku lihat darimu. Tersenyumlah terus dan jangan pernah tangisi aku.”
                Dinda menghapus air matanya dan tersenyum. Arya membalas senyuman Dinda. Dinda langsung memeluk erat Arya. Suasana kembali hening, perlahan Arya menutup matanya sambil terus tersenyum. Tanpa Dinda tau bahwa Arya telah menutup matanya untuk selamanya.
***
                Beberapa tahun kemudian….
                “Arya, aku telah menepati janjiku. Aku telah hidup bahagia dan selalu tersenyum menghadapi hidup. Kau telah melihatnya kan?” Ujar Dinda lirih di depan makan Arya sambil menggendong anak pertamanya. Sekilas teringat kembali memory masa lalu, tak terasa Dinda kembali meneteskan air mata namun masih tersenyum.
                “Din, udah waktunya berangkat.” Ujar Sammy membuyarkan kenangan masa lalu Dinda sambil memeluk pundak Dinda. Dinda menatap Sammy dan mengangguk.
                Hari ini aku akan pergi ke Bali, kami akan tinggal di sana. Dan aku akan tetap menepati janjiku pada Arya, pria yang selalu mencintaiku hingga akhir dan terus hidup dalam hatiku.








***TAMAT***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar